Secara bahasa kata “wakaf” berasal dari bahasa arab “waqafa” yang memiliki arti menahan, berhenti, diam di tempat atau tetap berdiri. Sedangkan secara istilah para ahli fiqih berbeda-beda dalam mendefinisikannya. Menurut Mazhab Hanafi wakaf adalah menahan suatu benda sesuai hukum dan menggunakan manfaatnya untuk kebaikan. Kepemilikan harta wakaf tidak lepas dari wakif, dan diperkenankan menarik kembali serta boleh dijualnya, karena yang timbul dari wakaf adalah “menyumbangkan manfaat”. Sedangkan menurut Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf tidak membebaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun berkewajiban memberikan manfaat melalui harta yang diwakafkan dan tidak dapat menarik kembali harta yang telah diwakafkan. Menurut Mazhab Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa wakaf yaitu melepaskan harta kepemilikan sesuai prosedur yang berlaku dan wakif tidak diizinkan melakukan apa saja atas harta yang telah diwakafkan.
Terdapat beberapa dalil di dalam Al-Qur’an dan hadits yang menjelaskan tentang wakaf namun tidak diterangkan secara jelas karena wakaf termasuk infak di jalan Allah. Dalil dari wakaf didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang infak di jalan Allah. Disebutkan dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 92:
لَن تَنَالُوا۟ ٱلْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا۟ مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِن شَىْءٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ
Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Selain itu, dijelaskan pula dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 267:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَنفِقُوا۟ مِن طَيِّبَٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ ٱلْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا۟ ٱلْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِـَٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغْمِضُوا۟ فِيهِ ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيدٌ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Selain dalam Al-Qur’an, terdapat hadits yang menjelaskan tentang wakaf, salah satunya hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ أَصَابَ أَرْضًا بِخَيْبَرَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْمِرُهُ فِيْهَا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالاً قَطُّ أَنْفَسَ عِنْدِي مِنْهُ فَمَا تَأْمُرُ بِهِ قَالَ إِنْ شِئْتَ حَبَّسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا قَالَ فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهُ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوهَبُ وَلاَ يُورَثُ وَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَاْبنِ السَّبِيلِ وَالضَّيْفِ لاَ جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ وَيُطْعِمُ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ
Dalam Ibn Umar Radhiyallahu’anhu, mengatakan bahwa Umar bin Khattab mendapatkan bagian tanah di Khaibar, kemudian Umar menemui Nabi Muhammad SWA untuk meminta saran. Umar berkata: ‘Wahai Rasulullah , aku mendapatkan kekayaan berupa tanah yang sangat bagus, yang belum pernah kudapatkan sebelumnya. Apa yang akan engkau sarankan kepadaku dengan kekayaan itu?’ Nabi bersabda: ‘Jika kamu mau, kamu bisa mewakafkan pokoknya dan bersedekah dengannya.’Lalu Umar menyedekahkan tanahnya dengan persyaratan tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Umar menyedekahkan tanahnya untuk orang-orang fakir, kerabat, untuk memerdekakan budak, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Tidak berdosa bagi orang yang mengurusinya jika mencari atau memberi makan darinya dengan cara yang baik dan tidak menimbun.
Di Indonesia pemerintah telah menetapkan undang-undang yang mengatur tentang wakaf dalam UU No. 41 tahun 2004 yang mangartikan wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya dan untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Kemudian dalam Islam, tujuan wakaf secara umum yaitu untuk mengeluarkan harta tetap disertai sistem dan aturan yang jelas, menjadi bentuk fungsi sosial dalam perwujudan masyarakat sejahtera. Sedangkan secara khusus, sebagai pengkaderan, regenerasi, dan pengembangan sumber daya manusia.
